Kompas.com - 28/05/2017, 12:04 WIB
Seorang pria penyandang cacat di
Arab Saudi, Munir al-Adam (23, pernah disiksa.(The Independent/Getty)
RIYADH,
KOMPAS.com -
Para aktivis Arab Saudi yakin otoritas negara kerajaan tampaknya semakin berani
setelah Presiden AS, Donald Trump, tidak mengangkat masalah HAM dalam
lawatannya ke Riyadh, pekan lalu.
Sebuah
pengadilan Arab Saudi telah mengukuhkan hukuman mati terhadap serorang pria
penyandang disabilitas yang ditangkap karena menghadiri sebuah unjuk rasa, kata
aktivis.
Munir al-Adam
(23) , yang dipukul sampai babak-belur telah kehilangan pendengarannya sejak
demonstrasi di daerah yang didominasi kelompok Syah di timur negara itu pada
2012. Para
aktivis HAM telah mengecam putusan itu, dan menyebutnya sebagai putusan yang
"mengejutkan" dan meminta intervensi dari Gedung Putih. Adam
divonis dengan hukuman mati dalam sebuah peradilan rahasia oleh Pengadilan
Pidana Khusus Arab Saudi tahun lalu.
Sekarang,
sebuah pengadilan banding juga telah mengukuhkan vonis tersebut untuk segera
dieksekusi, sekalipun ada kritik tajam dari dunia internasional. Sepertinya,
Adam masih memiliki satu kesempatan lagi untuk mengajukan banding sebelum Raja
Salman akhir menandatangani surat perintah untuk eksekusi.
"Kasus
Munir sungguh sangat mengejutkan – Gedung Putih tentu bakal malu bahwa sekutu
Arab Saudi telah menyiksa seorang pengunjuk rasa yang cacat sampai kehilangan
pendengarannya, kemudian memovisnya hukuman mati karena 'pengakuannya
dipaksa'," kata Maya Foa, Direktur Reprieve, sebuah badan pegiat keadilan
hukum.
Menurut
para aktivis hukum, Adam disiksa oleh polisi--walau catatan medisnya ia
memiliki kecacatan--dan dipaksa untuk menandatangani sebuah pengakuan palsu. Pria
tersebut sebenarnya seorang yang memiliki cacat fisik, yakni mengalami gangguan
penglihatan dan pendengaran, karena kecelakaan patah tulang tengkorak masa
kecil.
Dia
didakwa melakukan tindakan kekerasan dalam sebuah demonstrasi, kata juru bicara
Reprieve kepada The Independent, namun tidak ada bukti yang diungkap
dalam dalam persidangannya selain pengakuan yang ditandatanganinya dan dibuat
di bawah paksaan polisi, kata para aktivis. Pihak
berwenang menuduh Adam "mengirim pesan teks", tetapi buruh kasar itu
ternyata terlalu miskin untuk bisa membeli sebuah telepon seluler.
Putusan
pengadilan banding yang menguatkan hukuman mati itu terjadi setelah Presiden
Trump melawat Arab Saudi dan bertemu para petinggi negara-negara Teluk.
Menurut
media Inggris itu, Arab Saudi merupakan salah satu "algojo" terkejam
dalam memberikan hukuman di seluruh dunia dan juga paling tinggi dalam kasus
pelanggaran HAM.
Pemerintahan
sebelumnya telah mengangkat isu HAM dengan para pemimpin Arab Saudi. Namun,
para pegiat hukum percaya bahwa kegagalan Trump untuk melakukannya mungkin
telah membuat negara kerajaan itu untuk mengambil keputusan hukum yang
kontroversial itu.
Foa
mengatakan, "Penghakiman terbaru itu menunjukkan bahwa, karena gagal
mempersoalkan pelanggaran HAM di Arab Saudi, Presiden Trump telah mendorong
kerajaan untuk terus melanjutkan penyiksaan dan eksekusi para pengunjuk
rasa."
"Pemerintahan
Trump sekarang harus segera membela nilai-nilai HAM. Mereka harus menyerukan
pembebasan Munir, dan semua orang lain yang menghadapi eksekusi, sebab mereka
hanya menggunakan kebebasan berekspresi."
link terkait http://internasional.kompas.com/read/2017/05/28/12044471/arab.saudi.siap.hukum.mati.pria.penyandang.disabilitas