Selasa, 30 Mei 2017

Arab Saudi Siap Hukum Mati Pria Penyandang Disabilitas

Kompas.com - 28/05/2017, 12:04 WIB

Seorang pria penyandang cacat di Arab Saudi, Munir al-Adam (23, pernah disiksa.(The Independent/Getty)

RIYADH, KOMPAS.com - Para aktivis Arab Saudi yakin otoritas negara kerajaan tampaknya semakin berani setelah Presiden AS, Donald Trump, tidak mengangkat masalah HAM dalam lawatannya ke Riyadh, pekan lalu.
Sebuah pengadilan Arab Saudi telah mengukuhkan hukuman mati terhadap serorang pria penyandang disabilitas yang ditangkap karena menghadiri sebuah unjuk rasa, kata aktivis.

Munir al-Adam (23) , yang dipukul sampai babak-belur telah kehilangan pendengarannya sejak demonstrasi di daerah yang didominasi kelompok Syah di timur negara itu pada 2012. Para aktivis HAM telah mengecam putusan itu, dan menyebutnya sebagai putusan yang "mengejutkan" dan meminta intervensi dari Gedung Putih. Adam divonis dengan hukuman mati dalam sebuah peradilan rahasia oleh Pengadilan Pidana Khusus Arab Saudi tahun lalu.

Sekarang, sebuah pengadilan banding juga telah mengukuhkan vonis tersebut untuk segera dieksekusi, sekalipun ada kritik tajam dari dunia internasional. Sepertinya, Adam masih memiliki satu kesempatan lagi untuk mengajukan banding sebelum Raja Salman akhir menandatangani surat perintah untuk eksekusi.
 
"Kasus Munir sungguh sangat mengejutkan – Gedung Putih tentu bakal malu bahwa sekutu Arab Saudi telah menyiksa seorang pengunjuk rasa yang cacat sampai kehilangan pendengarannya, kemudian memovisnya hukuman mati karena 'pengakuannya dipaksa'," kata Maya Foa, Direktur Reprieve, sebuah badan pegiat keadilan hukum.

Menurut para aktivis hukum, Adam disiksa oleh polisi--walau catatan medisnya ia memiliki kecacatan--dan dipaksa untuk menandatangani sebuah pengakuan palsu. Pria tersebut sebenarnya seorang yang memiliki cacat fisik, yakni mengalami gangguan penglihatan dan pendengaran, karena kecelakaan patah tulang tengkorak masa kecil.

Dia didakwa melakukan tindakan kekerasan dalam sebuah demonstrasi, kata juru bicara Reprieve kepada The Independent, namun tidak ada bukti yang diungkap dalam dalam persidangannya selain pengakuan yang ditandatanganinya dan dibuat di bawah paksaan polisi, kata para aktivis. Pihak berwenang menuduh Adam "mengirim pesan teks", tetapi buruh kasar itu ternyata terlalu miskin untuk bisa membeli sebuah telepon seluler.

Putusan pengadilan banding yang menguatkan hukuman mati itu terjadi setelah Presiden Trump melawat Arab Saudi dan bertemu para petinggi negara-negara Teluk.

Menurut media Inggris itu, Arab Saudi merupakan salah satu "algojo" terkejam dalam memberikan hukuman di seluruh dunia dan juga paling tinggi dalam kasus pelanggaran HAM.

Pemerintahan sebelumnya telah mengangkat isu HAM dengan para pemimpin Arab Saudi. Namun, para pegiat hukum percaya bahwa kegagalan Trump untuk melakukannya mungkin telah membuat negara kerajaan itu untuk mengambil keputusan hukum yang kontroversial itu.

Foa mengatakan, "Penghakiman terbaru itu menunjukkan bahwa, karena gagal mempersoalkan pelanggaran HAM di Arab Saudi, Presiden Trump telah mendorong kerajaan untuk terus melanjutkan penyiksaan dan eksekusi para pengunjuk rasa."

"Pemerintahan Trump sekarang harus segera membela nilai-nilai HAM. Mereka harus menyerukan pembebasan Munir, dan semua orang lain yang menghadapi eksekusi, sebab mereka hanya menggunakan kebebasan berekspresi."


link terkait  http://internasional.kompas.com/read/2017/05/28/12044471/arab.saudi.siap.hukum.mati.pria.penyandang.disabilitas

Tidak ada komentar: